Wayang Orang Sriwedari Untuk Melestarikan Seni Tradisional – Wayang Orang Bharata (Jakarta) dan Wayang Orang Ngesti Pandawa (Semarang, Jawa Barat), serta tokoh-tokoh budaya dan maestro tari, menyajikan episode epik Mahabharata, Srikandi Larasati Kembar (The Srikandi) Kembar Larasati).
Episode ini menceritakan tentang Raja Sri Gendono dan dua adik perempuannya, Dewi Sriweni dan Dewi Sriwanti, yang ingin membalas dendam atas kematian ayah mereka di tangan Arjuna. Dengan menyamar sebagai Srikandi dan Larasti (istri Arjuna), keduanya berniat mencuri senjata Arjuna. slot88
Alih-alih mencuri senjata, mereka jatuh cinta dengan Gondang Jagad dan Gondang Dewo, putra kembar Arjuna. Berkat kasih yang tulus yang ditunjukkan oleh saudara perempuannya, Raja Sri Gendono akhirnya menumpahkan dendamnya terhadap Arjuna dan memilih untuk berdamai. www.americannamedaycalendar.com
Didirikan pada 10 Juli 1910, Wayang Orang Sriwedari telah secara luar biasa selamat dari pemukulan zaman modern. Setelah menikmati masa kejayaannya dari 1960 hingga 1980, rombongan itu menghadapi kemunduran ketika bintang-bintangnya Darsi, Rusman dan Surono, perlahan mulai memudar.
Pada tahun 1960-an, tiga penari terkenal kemudian menjadi
favorit Presiden Sukarno. Wayang Orang Sriwedari bahkan tampil di Istana Negara
secara rutin untuk menjamu tamu-tamu terhormat. Sejak awal 1990-an audiensnya
telah menyusut dan sekarang hanya sekitar 30 hingga 50 peserta menonton setiap
pertunjukan dengan harga tiket dari Rp 5.000 menjadi Rp 10.000.
Nasib kelompok tersebut menarik perhatian pemerintah kota
Surakarta ketika pada 2005 Wayang Orang Sriwedari menjadi ikon kota dan ikon
budaya melalui renovasi gedung dan peningkatan frekuensi kinerja, dari tiga
kali seminggu menjadi enam, di samping promosi kesejahteraan personelnya.
Saat ini, 90 persen dari sekitar 85 pemain Sriwedari Wayang Orang
adalah pegawai negeri sipil. Sisanya termasuk siswa dan lulusan Institut Seni
Indonesia (ISI) Surakarta, yang baru-baru ini bergabung dengan pertunjukan
rombongan sebagai penari sukarela dan pemain gamelan tanpa bayaran.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menarik penonton dengan
berkolaborasi dengan seniman, pejabat dan tokoh masyarakat sebagai bintang
tamu. Pada kesempatan seperti itu, teater dapat dikemas dengan kapasitas penuh
meskipun pada hari-hari biasa jumlah penonton hanya puluhan.
Sis Ismiyati, kepala Dinas Kebudayaan Surakarta, mengatakan
bahwa dia telah melihat minat publik yang meningkat pada Wayang Orang Sriwedari
selama beberapa bulan terakhir meskipun jumlah pendengarnya terbatas.
“Setidaknya ada antusiasme yang tumbuh di masyarakat
untuk mendukung bentuk seni tradisional ini,” katanya.
Maryo, 79, pemain paling senior, mengatakan dia bisa
memahami audiens kecil dengan menjamurnya bentuk hiburan modern.
“Itu adalah hukum alam. Setiap periode memiliki daya tarik
tersendiri untuk ditawarkan, tetapi beberapa anggota generasi sekarang masih
menyukai wayang orang. Adalah tugas orang tua seperti kita untuk melestarikan
tradisi ini, “katanya.
Maryo menghubungkan kelangsungan hidup Wayang Orang
Sriwedari dengan kesetiaan anggota rombongan itu untuk menjaga drama
tradisional, sebuah perjuangan di mana mereka tidak sendirian. Grup lain
seperti Wayang Orang Ngesti Pandawa, Wayang Orang Bharata dan Wayang Orang
Wiromo Budaya (Yogyakarta) juga mengalami tantangan serupa. Saat ini, Wayang Orang
Sriwedari adalah satu-satunya grup yang mampu tampil setiap hari dari Senin
hingga Sabtu.
Anggota kelompok percaya bahwa mereka akan dapat bertahan
hidup di masyarakat modern perkotaan dengan dukungan dari pemerintah kota.
Agus Prasetyo, direktur Wayang Orang Sriwedari, mengatakan
ia berharap pemerintah kota akan membantu mempromosikan Wayang Orang Sriwedari
sebagai ikon budaya. Sementara itu, para pemain grup harus terus menjelajahi
fitur artistik baru, pengaturan cerita, pola presentasi, dan pengaturan
panggung.
Agus menggambarkan keberadaan Wayang Orang Sriwedari saat
ini sebagai bukti apresiasi wayang orang di berbagai kalangan publik.
“Seniman harus lebih kreatif dan pemerintah harus terus
mendukung warisan budaya ini. Hingga saat ini, Wayang Orang Sriwedari telah
menjadi sumber informasi tentang teater rakyat di Jawa. Terlalu berharga untuk
kalah, “katanya.
Pertunjukan pertama melibatkan para pemain muda dari Wayang
Orang Sriwedari.
Adapun pertunjukan kedua, rombongan berkolaborasi dengan
pemain senior dari Wayang Orang Bharata Jakarta, Ngesti Pandhawa Semarang dan
RRI Surakarta.
Bentuk seni ini diciptakan oleh Kanjeng Pangeran Adipati
Aray pada abad ke-17.
Pada awalnya, pertunjukan wayang orang dilakukan secara
eksklusif di dalam wilayah keraton.
Pada tahun 1895, Gan Kam, seorang pedagang Cina, menjadi
orang pertama yang memamerkan wayang orang di luar istana.
Selama bertahun-tahun, Wayang Orang Sriwedari telah
mengalami pasang surut.
Pada 1990-an, popularitasnya menurun, hanya menyebabkan
segelintir orang yang datang untuk menonton pertunjukan.
Kelompok ini kembali pada tahun 2000-an, setelah upaya
promosi oleh pemerintah, lembaga swasta dan generasi muda untuk memulihkan
popularitasnya.
Seniman muda Benedictus Billy Ardi mengatakan bahwa
regenerasi dan inovasi adalah kunci untuk melestarikan seni pertunjukan
tradisional.
Dia mengatakan wayang orang telah berevolusi dengan bantuan
teknologi.
“Orang-orang dapat dengan mudah mengakses jadwal kinerja di
media sosial. LCD juga membantu
menyaring dialog dalam Bahasa Indonesia, ”katanya.
Rombongan telah melestarikan seni tradisional Indonesia
dengan mengadakan pertunjukan wayang orang setiap Sabtu malam, dan pertunjukan khusus
ini berjudul Remong Batik.
Selama empat jam pertunjukan, setiap aktor dengan peran
wayang hanya berbicara dalam bahasa Jawa. Gamelan masih digunakan sebagai alat
musik utama dan alur ceritanya sebagian besar didasarkan pada kisah Ramayana
atau Mahabharata.
Slameto salah satu penasihat direktur acara, merasa ada
sesuatu yang hilang jika mereka tidak berpegang pada asalnya mengenai bahasa.
“Kami hanya berbicara bahasa Indonesia ketika datang ke bagian lucu,”
katanya. Anggota audiens yang tidak berbicara bahasa Jawa tetap akan dapat
memahami dialog, karena subtitle dalam Bahasa Indonesia diproyeksikan di atas
panggung membantu dalam menggambarkan apa yang sedang terjadi.
Hanya dengan Rp. 40.000 per tiket, penonton dapat menonton
pertunjukan di tempat ber-AC. Tidak seperti peraturan teater lainnya yang
melarang makanan dan minuman selama pertunjukan, teater Bharata Purwa
memungkinkan para penontonnya memesan makanan dari pedagang kaki lima terdekat
dan menikmati makanan sambil menonton pertunjukan. Sama seperti di bioskop
zaman dulu, penjual akan datang ke teater untuk melayani Anda.
Penggunaan bahasa Jawa di atas panggung bukanlah halangan
bagi Endah Rukmini, salah satu pemirsa setia Wayang Orang Bharata, untuk
menikmati pertunjukan. Namun, menurutnya aktor yang lebih muda harus berusaha
lebih dipercaya dalam peran mereka.
“Saya pikir aktor muda memiliki lebih banyak untuk belajar
tentang wayang. Dengan begitu, penonton akan melihat bahwa mereka tetap setia
pada karakter wayang. Jika mereka melakukan ini, mereka akan menarik lebih
banyak penonton, “katanya.
Didirikan pada tahun 1972, Wayang Orang Bharata telah
memukau pemirsa di Belanda, Jerman, Australia, Turki dan Prancis. Mereka juga
tampil di festival Ramayana Internasional sebagai bagian dari misi budaya dari
pemerintah Indonesia.
Grup ini, yang terdiri dari lebih dari 140 anggota,
bergantung pada penjualan tiket untuk mata pencaharian sehari-hari mereka.
Mereka juga didukung oleh pemerintah melalui kesejahteraan. “Setiap tahun kita
diberikan bantuan kesejahteraan oleh pemerintah, tetapi jumlahnya tidak cukup
untuk kesejahteraan kita. Jadi kami juga sangat bergantung pada penjualan tiket
selain dari kesejahteraan,” Slameto mengakui. Perusahaan swasta juga
berkontribusi terhadap kelangsungan hidup Wayang Orang Bharata, meskipun
kontribusinya tidak teratur.
Slameto menyesalkan sedikit perhatian yang diberikan oleh
pemerintah kepada seni dan budaya, “Di Jakarta, kami memiliki banyak
variasi dalam pertunjukan budaya. Kami bukan satu-satunya. Ada rombongan Lenong
di luar kami. Ini dilema, jika pemerintah hanya membantu satu, yang lain akan
cemburu. Walaupun kebenarannya adalah kita semua ingin mempertahankan seni
tradisional dari kepunahan. Untuk melestarikan budaya ini, kita membutuhkan
bantuan moneter.”
Dia juga mencatat pentingnya regenerasi di dalam rombongan,
“Adikku tinggal di Jerman, di konsulat Indonesia. Dia mengajar tarian
tradisional Indonesia, dalang wayang dalang dan karawitan. Dia sudah ada di
sana selama lebih dari sepuluh tahun melakukan apa yang dia lakukan.
Orang-orang di luar Indonesia menghargai budaya kita, sementara di sini kita
khawatir tentang generasi berikutnya yang tidak tertarik pada apa yang kita
sebut budaya tradisional. “
Yuwono Aryo Saloko, seorang aktor dalam rombongan menggemakan
perasaan Slameto pada dukungan pemerintah kecil sebagai salah satu masalah
utama mereka, namun dia bersikeras untuk melestarikan seni, “Yah, sulit untuk
hidup [dengan bantuan uang kecil]. Tapi kami masih akan melindungi budaya ini
dari kepunahan,” katanya.
Betapapun sulitnya situasi ekonomi bagi anggota rombongan,
semangatnya tinggi, terutama dalam menyambut generasi audiensi baru. Teguh
Amiranto, seorang aktor yang berperan sebagai Prabu Baladewa, mengatakan,
“Saya pikir penting untuk menarik generasi muda ke seni terlebih dahulu.
Kita bisa fokus pada pertunjukan dulu, sehingga mereka bisa menikmati wayang
dari aspek pertunjukan. Jika mereka sudah bisa menikmati pertunjukan, mereka
akan memiliki apresiasi terhadap filosofi cerita.”